RSS

Nada Cinta Alloh


Hujan  mulai membasahi tanah kering dengan perlahan-lahan. Sesekali guntur mengagetkan beberapa orang yang telah terlelap. Cahaya muncul silih berganti dari awan-awan gelap bersaing dengan rembulan yang malam itu menghilang entah menyerah atau mengalah. Malam  itu hujan datang tanpa memberitahu terlebih dahulu. Dan di pojok warung usang berdiri seorang gadis yang kedinginan..
“ Allah tak adil....” gerutu Dinda. Gadis 18 tahun itu tak menduga sama sekali. Siapa sangka siang yang cerah tanpa awan hitam bersemayam di langit dan  malamnya hujan bergemuruh tanpa permisi...
 Dinda melirik pembeli yang duduk di warung makan itu...sepiring nasi ayam  plus sop panas tersaji di depannya. Dengan lahap disantap habis tanpa tersisa..yah utamakan perut sendiri, pikiran yang melayang-melayang di otak Dinda. Siapa yang mau peduli dengan hidup orang lain saat kemiskinan  melanda negeri tercinta. Negara yang masuk nominasi 3 besar sebagai negara terkorup. Prestasi yang memalukan, tapi siapa yang mau peduli dengan masalah itu. Bagi Dinda memikirkan diri sendiripun sudah menguras tenaga apalagi..kriuk-kriuk...perut Dinda beryanyi riang...Dinda lupa mengisi perutnya karena sibuk mengamen seharian..
Dinda menengok ke langit berharap rembulan muncul dan bisa segera pulang. Tapi tatapannya kosong..Dinda tahu besok hari pertama puasa di bulan ramadhan...bulan yang dinanti-nanti seluruh umat Islam..alasan yang membuatnya seharian mengamen dan lupa makan..adik satu-satunya bahkan keluarnga yang dimilikinya hanyalah adik kecilnya itu meminta mukena baru. Adiknya ingin taraweh dengan mukena baru bukan dengan mukena cokelat yang dipakai biasanya. Bukan cokelat karena warnanya tapi karena sering dicuci dan sangat  lama. Tapi uang yang terkumpul baru Rp. 15.000,00. Itupun dengan menahan perut yang meminta jatah hariannya.
Bulan Ramadhan hanyalah bulan-bulan biasa. Tak ada spesialnya mungkin bulan yang dibenci bahkan Dinda berharap ramadhan tak pernah hadir...baginya...Allah tak adil...semenjak kecelakaan kereta 4 tahun lalu merenggut nyawa ayah, ibu dan kakak lelakinya..Dinda membenci tanggal  1 syawal..tanggal kematian orang yang dicintainya..
“Huh kakak lama sekali..Ara malu pake mukena jelek ini tapi terpaksa deh makenya...!!!!”,Ara jengkel melihat kakaknya baru muncul. Jarum pendek menunjukan Jam 10 malam. Ara tetap berpidato meskipun tahu Dinda basah kuyup. Air dari pakaian Dinda membasahi ruang kamar mereka yang sempit. Kecil tapi bersih. Bagi Dinda dan Ara,ukuran kamar tak masalah yang penting nyaman buat tidur.
 Dinda langsung menuju kamar mandi mengganti pakaiannya yang basah..Dinda tak peduli dengan celoteh adiknya. Ara memang masih kecil, 14tahun usianya. Tapi cukup memahami keadaan hidup mereka. Ara tahu Dindalah yang mencari uang. Tak jelas pekerjaan Dinda. Yang penting hidup tanpa meminta-minta di jalan. Bagi Dinda mengemis hanya memalukan diri sendiri. Semua pekerjaan pernah di cobanya, tapi hari ini Dinda terpaksa mengamen. Dinda tak tega Ara terus merengek seminggu ini. Semua demi Ara. Meskipun Dinda tak mampu  menyekolahkan Ara tapi Dinda masih sanggup memberikan  hidup yang cukup layak.
“Ayo kak bangun dong!!!udah  mau  imsyak  loh...” sekuat  tenaga Ara membangunkan Dinda untuk sahur. Tapi Dinda malah menutupi telinganya dengan bantal. Ara belum berputus asa. Terus mengoyang-goyang badan Dinda.
“Apaan sih  Ra......” Dinda sudah tak tahan lagi. Sambil duduk di atas kasur, Dinda lansung memarahi Ara.
“Lah kak nggak mau puasa lagi? Sebentar lagi lebaran loh...tinggal 10 hari 1 syawal.........” Ara belum sempat melanjutkan perkataannya. Melihat kakaknya bersikap aneh. Mimik wajah Dinda melukiskan kemarahan yang luar biasa. Mendengar tanggal itu, Dinda langsung menutupi kedua telinga nya...air mata Dinda langsung bercucuran...Ara bingung melihat perubahan sikap kakaknya...
“Kakak solat ataupun puasa tidak akan menghidupkan ayah ibu kita...”, Dinda sambil berteriak. Menepis tangan kanan Ara yang ingin memeluknya. Ara bingung .
“Allah tak sayang sama kita...Dia tak adil...kakak benci Allah...”, Dinda lansung pergi...pergi untuk menenangkan hatinya...
Ara terpaku. Menangis meratapi hati Dinda yang berkelabut kemarahan. Ara tahu semuanya. Yah, Ara tak mampu menahan kesedihannya. Allah sayang kita kak...Ara berkata dengan lembut menatap sekelilling kamarnya.
Dinda membawa kemarahannya selama bekerja. Hari ini Dinda membantu bu Minah pemilik warung makan di dekat pasar. Tempatnya tidak jauh dari rumah Dinda. Seharian Dinda menggerutu dalam hati. Memikirkan Ara yang berubah drastis. Berjilbab tak masalahnya baginya, tapi Ara minta dibeliin rok dan kaos kaki. Perubahan itu sejak beberapa bulan lalu sejak Ara mengenal seorang rewalan perempuan, Dinda pernah di ajak Ara pergi ke tempat rumah sinngah itu. Banyak rewalan yang bersedia mengajar baca tulis di tempat itu. Keanehan lagi, Dinda membelikan jilbab yang lagi trendi sekarang plus murah meriah..apalagi kalo bukan jilbab paris...tapi Ara mendobelnya dengan krudung lagi...katanya kalau terkena sinar matahari terawang..keliatan rambutnya...tapi Dinda tak ambil pusing soal itu..sejak Ara suka ke rumah singgah, Ara berani menasihati Dinda...solatlah,puasalah...jilbabpan juga....huft...
“Din.....!!!!!!!!”, seseorang berteriak sangat keras memanggil Dinda. Ary teman Dinda segera menghampiri Dinda yang lagi memasak untuk jualan nanti sore.
“Ada apa?? Jangan mengagetkan gitu...” kata Dinda sambil menggoreng.
“ Adik lo....masuk ru....”  Ary terbata-bata takut Dinda kaget.
“Kenapa sama adik gue hah!!!” Dinda memotong pembacaraan Ary.
“ Di tabrak mo...bil...sekarang di rumah sakit...”
“Apa???”, Dinda langsung menuju rumah sakit.
Dinda menusuri lorong rumah sakit menuju UGD. Dinda ingin melihat keadaan adiknya..yah..Dinda menyesal pertengkaran saat subuh tadi...Dinda tak ingin kehilangan adiknya...
“ Jangan ambil Ara dari ku ya Allah....jika Kau ambil Ara dariku...ku benar2...membenciMu..”, Dinda berucap dengan cucuran airmata.
Beberapa dokter keluar dari ruang UGD. Seorang dokter menghampiri Dinda. Dokter itu tahu Dinda adalah kakak pasien tabrak lari yang baru dirawatnya setelah diberitahu perawat yang menahan Dinda masuk.
“Apa mbak adalah keluarga pasien tadi...jika benar kami minta persetujuan jika keadaan pasien sangat kritis karena pendarahan di otak jadi segera di operasi. Tidak ada waktu lagi...beberapa dokter telah siap...gimana mba?” tanya dokter tanpa terputus. Mimik dokter sangat serius, menunjukan pasien dalam keadaan kritis.
“Tolong selamatkan adik saya Dok, tapi gimana biaya nya?”, Dinda bingung menghadapi masalah ini. Biaya operasi pasti tidak sedikit.
“Nanti seorang perawat membantu mba dalam proses administrasi”, dokter memanggil perawat sambil menunjukan surat-surat penting yang perlu di tandatangani . Dokter itu segera pamit untuk menyiapkan segala yang di perlukan saat operasi.
Dinda berjalan tanpa tujuan. Sudah 1 jam menusuri jalan. Bingung. 10 juta harus di siapkan sekarang juga untuk operasi adiknya. Dinda tak punya uang sedikitpun.
“Engkau memang tak adil ...hah...............”Dinda berlutut dengan cucuran air mata di trotoar pertokoan. Dan banyak orang melihatnya. Tapi hanya sekadar melihat. Mungkin mereka berpikir Dinda sters atau orang gila. Dinda tak ambil pusing, dalam benaknya sekarang dia tak ingin kehilangan adiknya...
“Engkau tak pernah menolong ku...Kau tak sayang padaku....”Dinda mengutarakan semua perasaannya sambil berteriak keras. Tak peduli dengan sekitarny meski menjadi tontonan gratis. Ara.........
“Coooooopeeeeeeeeeeeet!!!!, seorang ibu berteriak...banyak masyarakat yang sedang belanja di pasar berlari mengejar sang copet.
Dinda belari kencang. Ketakutan melanda di benaknya. Takut di gerubuki masa tapi inilah cara cepat singkat dan gampang mendapatkan uang. Tak pernah dilakukannya. Tapi terpaksa..demi Ara...
Dinda tak melihat apapun. Hanya belari agar tak tertangkap. Akhirnya Dinda menabrak seseorang.
“Dek Dinda ya...maaf dek mba gak lihat tadi!!” mbak itu segera menolong Dinda yang tergeletak di tanah. Tapi Dinda mendorong mbak itu sampai terjatuh. Keringat Dinda bercucuran. Berharap tak ada yang mengejarnya. Dinda segera bangun dan lari. Tak peduli pada mbak itu. Mbak itu tahu Dinda dikejar masyarakat karena mencopet,ada bapak-bapak bertanya padanya dan menjelaskan kejadiannya. Astagfirullah...
“ Assalamualaikum dek Dinda...” seseorang menghampiri Dinda dan memberikan salam. Orang itu melihat Dinda duduk di bawah pohon dekat pertokoan. Dinda menoleh kepada mbak itu, tak menyangka mbak itu yang di tabrak Dinda saat dipasar. Dinda yang lagi asyik menghitung hasil competannya segera di masukan ketasnya. Takut ketahuan.
“ Himmm,mba siapa ya??kok tahu namaku. Kita kan nggak saling kenal...” ujar Dinda heran.
“ Lho lupa ya, dek Dinda pernah kerumah singgah kan? “. Dinda tertunduk. Ahh..Dinda menangis tersedu-sedu. Tak kuat menahan beban ini sendirian. Mba riris namanya. Mengerti masalah yang sedang dihadapi Dinda.
“ Tapi dek, tetap saja uang dari hasil mencopet tetap haram...yang sabar....Allah memberi cobaan sesuai dengan kesanggupan hambanya...pasti Allah memberikan cobaan ini karena sayang...”. Dinda terus menangis mendengar kata-kata mba Riris...cewek berjilbab itu mampu menggetarkan hati Dinda yang membeku.
“ Oh ya dek, anti kerumah sakit sekarang....nanti mba menyusul...insya allah soal biaya ada jalan keluarnya”. Mba riris terlihat buru-buru, pergi meninggalkan Dinda sendirian. Dinda tak paham.
“ Apa maksudnya...”, dinda segera pergi untuk mencari pinjaman...mencari semua teman yang dapat menolongnya...
Dinda berlari senang...semua sahabatnya mengumpulkan uang untuk membantu biaya rumah sakit Ara. Yah, saat seperti ini bantuan sahabat sangat berarti. Dinda langsung menuju tempat administrasi ...biar adiknya bisa segera dioperasi..
“ Sudah lunas? Coba di cek lagi mba? Ara Ramadhani nama lengkapnya...mungkin ada kesalahan...lha saya baru mau membayarnya...”. Dinda tak percaya. Yah ada yang membayar rumah sakit. Dinda menuju UGD tempat adiknya di rawat. Dinda  bertemu  dokter yang menangani Ara .
“ Dok, adik saya bisa di operasi sekarang?”, Dinda sambil memegang tangan dokter karena sangat gembira.
Dokter sambil tersenyum, “Alhamdulillah opersi akan segera dilaksanakan...doakan agar operasi ini berhasil dan adik mba bisa sehat kembali...” , dokter itu menyuruh Dinda menunggu di depan ruang opersi. Terlihat mba Riris dan beberapa orang, mereka berbincang akrab. Sudah saling kenal.
“ Dek dinda kemana aja? Tadi kan mba menyuruh Dinda langsung kerumah sakit....”, tiba-tiba Dinda lansung memeluk mba Riris.
“ Makasih mba....makasih...”, Dinda menangis senang.
Mba riris dan teman-teman di rumah singgah membantu biaya rumah sakit Ara. Bukan hanya biaya operasi tapi biaya obat sampai Ara sembuh. Bertemu mba Riris membuka hati Dinda. Meskipun orangtua nya sudah tiada, tapi Dinda tak pernah sendiri. Allah memberi saudara-saudara yang begitu menyanyaginya meskipun tanpa ikatan darah.
“ Ikatan saudara seiman lebih kuat daripad ikatan sedarah...”, kata mba Riris.
Semenjak itu, Dinda mulai mengubah segala pandangannya...Allah selalu adil..Allah selalu sayang...dan Dinda mulai mendalami Islam, mba Riris memberikan Dinda jilbab,baju,dll...meskipun awalnya..
“ Mba...jilbabnya besar banget...malu diliatin”
Ada lagi...
“ Emang harus kaus kakian ya? Mba panas....” Dinda merengek terus...Mba Riris hanya tersenyum. Menjelaskan dengan perlahan. Dinda memang seperti itu.
Hari ini Ara boleh pulang dari rumah sakit. 2 hari lagi 1 syawal. Dinda tak ingin kehilangan kesempatan sahur bersama Ara. Mengingat masa lalu membuat Dinda meneteskan air mata. Dinda bersyukur mendapat cinta yang luar biasa. Cinta sejati yang tercurah tanpa disadari Dinda selama ini. Meski Dinda berpaling cinta itu selalu hadir. Ya...cinta Alloh...

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar